full of world dreams
Published on July 28, 2004 By arnalda In Personal Relationships
Privacy
Oleh YASMINE ARNALDA

LEWAT film Ada Apa dengan Cinta (AAdC), kita bisa menemukan kisah persahabatan yang erat. Saking eratnya, tokoh-tokoh dalam AAdC sampai memiliki buku curhat bersama. Segala macam cerita, pengalaman, tertulis di sana.

Saya jadi ingat pengalaman persahabatan yang tidak jauh beda dengan apa yang dikisahkan di film tersebut. Indah sekali bila kita bisa berbagi dengan sahabat kita. Namun terkadang, di tengah keterbukaan seperti itu muncul juga permasalahan.

Rasanya, bila sudah komitmen untuk bersahabat, terpikir untuk tidak perlu lagi ada yang dirahasiakan antarsahabat. Apa benar begitu? Apa benar kita tidak butuh lagi yang namanya privacy? Sering kita lupa bahwa sahabat kita itu tetap saja seorang manusia, punya kehidupan sendiri yang kita merasa seperti sudah memilikinya.

Seolah diri kita dan diri sahabat itu berada dalam satu badan. Sehingga banyak hal yang sebenarnya privacy sahabat, kita langgar. Sebutlah membaca SMS tanpa izin, mengobrak-abrik kamarnya, memakai barang sahabat, sampai mendesaknya agar dia menceritakan rahasia-rahasia pribadinya. Kita merasa bahwa itu merupakan bentuk perhatian kita terhadap sahabat kita, padahal sahabat kita justru merasa kita terlalu mencampuri urusan pribadinya.

Rasanya bahagia kalau kita menjadi orang pertama yang tahu kondisi sahabat kita sekarang, tahu perkembangan terbaru dia dengan pacarnya, barang-barang apa saja yang baru dibelinya, etc. Rupanya, rasa ingin tahu itu muncul bukan cuma pada sahabat. Lihat saja bagaimana tingginya rating acara infotainment dan reality show di TV kita.

Yah, sudah kodrat manusia memang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Kita juga akan lebih mementingkan kebutuhan pribadi kita akan rasa ingin tahu tanpa berusaha untuk respect to his/her privacy. Kita akan marah, sedih saat tahu sahabat kita tidak menceritakan suatu rahasia tentang dirinya. Kita merasa dia tidak percaya lagi pada kita sehingga banyak persahabatan yang retak hanya gara-gara masalah privacy yang terganggu.

Kita sering merasa menjadi orang yang paling bisa mengerti sahabat kita, paling bisa membantu dan memberi solusi bagi sahabat kita. Jadinya, kita tidak ingin ada satu rahasiapun yang disembunyikan dari kita. Padahal privacy itu tetap perlu ada bagi setiap orang. Karena bila semua yang ada pada dirinya diketahui orang lain akan timbul rasa tidak aman, dipermalukan, tidak dihargai, dan sebagainya dari orang itu. Padahal kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap manusia setelah kebutuhan fisiologis.

Bertambahnya usia, lingkup pergaulan, dan aneka kebutuhan kita akan menyebabkan meningkatnya juga kebutuhan kita akan privacy. Batasan kita terhadap privacy juga akan berubah dengan bertambahnya usia. Ukuran besarnya privacy seseorang juga akan berbeda untuk setiap orang. Kita dan sahabat kita juga akan berbeda dalam mengartikan batasan privacy. Akan bermunculan pengalaman-pengalaman, perasaan-perasaan yang untuk kita cukup menjadi konsumsi pribadi kita sendiri walaupun dahulu kita merasa hal-hal tersebut tidak menjadi masalah bila diceritakan pada orang lain.

Sangat bijaksana bila kita mencoba untuk memberi pengertian pada sahabat kita tentang hal-hal apa saja yang merupakan privacy kita sekaligus menghargai privasinya. Keterbukaan adalam persahabatan memang penting sebagai dasar dari sebuah kepercayaan namun bukan berarti kita harus mengorbankan privacy kita. Semoga kita bisa menjadi sahabat-sahabat seperti itu.***

Penulis, mahasiswa Psikologi Unisba, friendster user



Comments
No one has commented on this article. Be the first!